Apa itu BIOFLOC ?
Biofloc
merupakan agregat diatom, makroalga, pelet sisa, eksoskeleton organisme
mati, bakteri, protista dan invertebrata juga mengandung bakteri,
fungi, protozoa dan lain-lain yang berdiameter 0,1-2 mm. Bahan-bahan
organik itu merupakan pakan alami ikan dan udang yang mengandung nutrisi
baik, yang mampu disandingkan dengan pakan alami, sehingga pertumbuhan
akan baik bahkan jumlah pakan yang diberikan bisa diturunkan.(Probiotik)
Menurut Teori Biofloculasi
Biofloc
adalah tehnik pengolahan limbah cair untuk makroagregat yang dihasilkan
dalam sistem lumpur aktif. Lumpur aktif bisa juga diibaratkan sebagai
sup mikroba yang terbentuk dari pemberian aerasi terus menerus pada
biomassa tersuspensi dan mikroorganisme penguraian dalam limbah cair.
Bagaimana terbentuknya BIOFLOC di dalam air?
Proses
ini dimulai dari proses nitrifikasi yang reaksinya adalah amonia plus
oksigen menjadi ion nitrit dan akhirnya nitrat dan air, pada reaksi ini
terdapat campur tangan bakteri oksidasi amonia dan bakteri oksidasi
nitrit, artinya semua proses ini memerlukan oksigen yang cukup tinggi
yaitu 4 ppm pada siang hari dan 6 ppm pada malam hari.
Mikroorganisme
seperti bakteri dengan kemampuann lisis bahan organic memanfaatkan
detritus sebagai makanan. Sel bakteri mensekresi lendir metabolit ,
biopolymer (polisakarida , peptida, dan lipid) atau senyawa kombinasi
dan terakumulasi di sekitar dinding sel serta detritus.
Kesalingtertarikan antar dinding sel bakteri menyebabkan munculnya flog
bakteri. (Aquacultur.blogspot)
Penggunaan
BIOFLOC dalam budidaya ikan lele kita ketahui dengan sifat nafsu makan
yang tinggi dan usus pendek dari ikan lele menyebabkan ikan lele mudah
lapar namun cepat menyebabkan akumulasi kotoran menumpuk. Tehnik Biofloc
pada intinya mereduksi bahan-bahan organik dan senyawa beracun yang
terakumulasi dalam air pemeliharaan ikan. Dengan sistem self-purifikasi
didapat hasil akhir meningkatkan effisiensi pemanfaatan pakan dan
peningkatan kualitas air. Hasilnya adalah :
1. Pakan ikan lele akan lebih effisien
2. Pertumbuhan ikan lele akan rampag artinya selama kegiatan budidaya tidak ada kegiatan penyortiran.
3. Kecepatan pertumbuhan ikan yang lebih optimal dengan masa waktu panen yang lebih singkat.
4. Padat tebar per meter3 yang lebih tinggi kisaran 500 benih-1000 benih/m3.
3. Kecepatan pertumbuhan ikan yang lebih optimal dengan masa waktu panen yang lebih singkat.
4. Padat tebar per meter3 yang lebih tinggi kisaran 500 benih-1000 benih/m3.
5. Ikan sehat dan gesit serta mengurangi penyakit pada ikan.
Menurut Ikhsan Khasani, peneliti Balai Penelitian Pemuliaan Ikan Sukamandi yang dimuat dalam TROBOS Aqua Edisi-18/15 November-14 Desember 2013. Budidaya ikan lele sistem bioflok yang diamati banyak dibudidayakan para
pembudidaya lele yang tergabung dalam Paguyuban Mina Pantura (Pantai
Utara), di kawasan Pantura Pemalang–Pekalongan, Jawa Tengah. Mereka
melakukan pembesaran lele super intensifdenganaplikasi teknologi
bioflok, manajemen pakan yang baik, pemilihan strain ikan yang tepatdan pemilihan probiotik yang handal. Hasilnya,dengan luas tanah tidak lebih dari 100 m2 mampu diproduksi lele konsumsi sebanyak 4 ton per bulan. Keuntungan kotor mencapai Rp 8–10juta.
Kiat-kiatnya untuk usaha budidaya teknologi Bioflok
Intensifikasi budidaya melalui peningkatan padat tebar benih dan penggunaan pakan berprotein tinggi dilakukan guna meningkatkan produksi benih per satuan luas. Kegiatan tersebut cukup berisiko jika kurang tepat dalam pengelolaannya, karena menghasilkan bahan organik dalam jumlah besar yang memacu peningkatan kadar senyawa toksik seperti amonia dan nitrit, serta perkembangan bakteri patogen. Limbah organik, baik dalam bentuk terlarut (dissolved) maupun padatan (suspended) tersebut juga berpotensi menurunkan daya dukung perairan bagi kehidupan organisme akuatik dan masyarakat jikatidak dikelola dengan baik.
Intensifikasi budidaya melalui peningkatan padat tebar benih dan penggunaan pakan berprotein tinggi dilakukan guna meningkatkan produksi benih per satuan luas. Kegiatan tersebut cukup berisiko jika kurang tepat dalam pengelolaannya, karena menghasilkan bahan organik dalam jumlah besar yang memacu peningkatan kadar senyawa toksik seperti amonia dan nitrit, serta perkembangan bakteri patogen. Limbah organik, baik dalam bentuk terlarut (dissolved) maupun padatan (suspended) tersebut juga berpotensi menurunkan daya dukung perairan bagi kehidupan organisme akuatik dan masyarakat jikatidak dikelola dengan baik.
Limbah
cair akuakultur memiliki kandungan unsur nitrogen terlarut sangat
tinggi, dalam bentuk amonia, nitrit,dan nitrat. Jika dibuang langsung ke
perairan umum atau digunakan kembali ke kolam budidaya bisamenyebabkan
kematian ikan serta eutrofikasi yang menyebabkan gangguan ekosistem.
Di
sisi lain, nutrien yang terkandung tersebut berpotensi sebagai media
bagi pengembangan pakan alami yang bisa menambah nilai ekonomis limbah
tersebut.Selain itu, populasi mikroorganisme yang ada dalam limbah cair
merupakan potensi besar karena bisamenjadi makanan alami bagi sejumlah
spesies ikan budidaya seperti nila, udang vannamei, dan udang galah. Dan
ternyata, lele pun memakan bioflok sehingga kebutuhan pakan
bisaditekan.
Terkait
hal ini beberapa hal yang perlu dipahami mengenai konsep teknologi
bioflok adalah sebagai berikut. 1) Pemberian pakan berprotein tinggi
mengakibatkan peningkatan kadar nitrogen (N) organik, seperti amonia dan
nitrit, karena hanya 20–25% protein pakan yang terkonversi menjadi
protein ikan, 2) amonia dan nitrit toksik bagi ikan sehingga menghambat
pertumbuhan dan menyebabkan kematian, 3) penambahan sumber karbon (C)
organik, dalam bentuk molase (tetes tebu), tepung tapioka, tepung
terigu, meningkatkan rasio C:N diatas 10 sehingga bakteri heterotrof
berkembang, 4) bakteri heterotrof lebih efektif mengkonversi N di air
media menjadi biomassa sel dibandingkan fitoplankton, 5) densitas
bakteri heterotrof yang tinggi membentuk flok “bioflok” yang
bisadimanfaatkan sejumlah spesies ikan sebagai sumber pakan tambahan, 6)
agar sistem bioflok berjalan baik maka suplai oksigen (minimum 5 mg/L)
dan pengadukan harus dilakukan.
Selain
itu, pemilihan jenis bakteri sangat utama terhadap keberhasilan sistem
bioflok, karena tidak semua bakteri mampu membentuk flok. Bakteri
positif—yangselama ini dikenal sebagai probiotik—merupakanpilihan tepat
dalam penerapan budidaya sistem bioflok, satu di antaranya Bacillus subtillis.
Pemilihan
jenis bakteri Mikroba dengan kemampuan remediasi tinggi merupakan kunci
utama keberhasilan penerapan sistem bioflok. Dengan waktu pembelahan
diri yang cepat (generation time 10–12jam) maka populasi bakteri heterotrof akan sangat cepat. Bakteri yang dikenal handal sebagai remediator bahan organik adalah Bacillus sp.
Tanpa mengkultuskan jenis probotik yang dipakan (gambar 4), namun
berdasarkan komposisi bakteri penyusunnya maka sangat logis kalau produk
tersebut efektif digunakan sebagai agensia perombaklimbah organik dalam
sistem bioflok.
Manajemen pakan. Selain
pemilihan jenis pakan yang tepat, ada teknik tertentudalam pengolahan
pakan sebelum digunakan. Yaitu melalui penerapan sistem fermentasi pakan
sehingga nilai kecernaan pakan meningkat.
Fermentasi
dilakukan dengan menambahkan probiotik sebanyak 4 ml/Kg pakan,
dibiarkan selama 2–7hari dalam tempat oksigen terbatas (an aerob). Pada
hari ke-3 fermentasi,ternyata pakan sudah ditumbuhi mikroba sehingga
berwarna keputihan.
Berdasarkan
pengalaman, pakan yang telah difermentasi tersebut memberikan hasil
positif, berupa ikan yang sehat. Kebalikannya pemberian pakan tanpa
difermentasi berakibat pada banyaknya ikan yang luka. Alhasil
terciptalah sistem budidaya lele hemat pakan, karena FCR-nya 0,7 – 0,8.
Untuk
menghemat biaya pakan dilakukan beberapa langkah khusus. Yaitu 1)
penggunaan pakan dengan kadar protein tinggi (28–31) dihentikan dan
diganti dengan pakan dengan kadar protein rendah, 22–24 setelah flok
terbentuk dan 2) pemuasaan sehari tiap minggu setelah flok terbentuk
(kandungan flok 150 mL/L media).
Manajemen
air. Sistem bioflok bukan berarti tanpa ganti air, karena jikadensitas
flok terlalu tinggi berbahaya bagi keseimbangan sistem, khususnya kadar
oksigen terlarut akan sangat rendah, sehingga ikan rawan stres dan
kematian.
Berdasarkan
hasil pengukuran kualitas air pada beberapa bak pemeliharaan ikan lele,
diketahui bahwa sistem tersebut cukup ideal, dengan level pH 8,0 – 8,1;
oksigen terlarut 1,8 mg/L (bagian atas) dan 2,1 mg/L (bagian tengah);
kadar nitrit 0 mg/L, dan kadar nitrat 0 mg/L.
Sumber :
mcmlele.files.wordpress.com/
No comments:
Post a Comment