Sunday, September 28, 2014

BIOFLOK

Apa itu BIOFLOC ?
Biofloc merupakan agregat diatom, makroalga, pelet sisa, eksoskeleton organisme mati, bakteri, protista dan invertebrata juga mengandung bakteri, fungi, protozoa dan lain-lain yang berdiameter 0,1-2 mm. Bahan-bahan organik itu merupakan pakan alami ikan dan udang yang mengandung nutrisi baik, yang mampu disandingkan dengan pakan alami, sehingga pertumbuhan akan baik bahkan jumlah pakan yang diberikan bisa diturunkan.(Probiotik)
Menurut Teori Biofloculasi
Biofloc adalah tehnik pengolahan limbah cair untuk makroagregat yang dihasilkan dalam sistem lumpur aktif. Lumpur aktif bisa juga diibaratkan sebagai sup mikroba yang terbentuk dari pemberian aerasi terus menerus pada biomassa tersuspensi dan mikroorganisme penguraian dalam limbah cair.
Bagaimana terbentuknya BIOFLOC di dalam air?
Proses ini dimulai dari proses nitrifikasi yang reaksinya adalah amonia plus oksigen menjadi ion nitrit dan akhirnya nitrat dan air, pada reaksi ini terdapat campur tangan bakteri oksidasi amonia dan bakteri oksidasi nitrit, artinya semua proses ini memerlukan oksigen yang cukup tinggi yaitu 4 ppm pada siang hari dan 6 ppm pada malam hari.
Mikroorganisme seperti bakteri dengan kemampuann lisis bahan organic memanfaatkan detritus sebagai makanan. Sel bakteri mensekresi lendir metabolit , biopolymer (polisakarida , peptida, dan lipid) atau senyawa kombinasi dan terakumulasi di sekitar dinding sel serta detritus. Kesalingtertarikan antar dinding sel bakteri menyebabkan munculnya flog bakteri. (Aquacultur.blogspot)
Penggunaan BIOFLOC dalam budidaya ikan lele kita ketahui dengan sifat nafsu makan yang tinggi dan usus pendek dari ikan lele menyebabkan ikan lele mudah lapar namun cepat menyebabkan akumulasi kotoran menumpuk. Tehnik Biofloc pada intinya mereduksi bahan-bahan organik dan senyawa beracun yang terakumulasi dalam air pemeliharaan ikan. Dengan sistem self-purifikasi didapat hasil akhir meningkatkan effisiensi pemanfaatan pakan dan peningkatan kualitas air. Hasilnya adalah :
1. Pakan ikan lele akan lebih effisien
2. Pertumbuhan ikan lele akan rampag artinya selama kegiatan budidaya tidak ada kegiatan penyortiran.
3. Kecepatan pertumbuhan ikan yang lebih optimal dengan masa waktu panen yang lebih singkat.
4. Padat tebar per meter3 yang lebih tinggi kisaran 500 benih-1000 benih/m3.
5. Ikan sehat dan gesit serta mengurangi penyakit pada ikan.
Menurut Ikhsan Khasani, peneliti Balai Penelitian Pemuliaan Ikan Sukamandi yang dimuat dalam TROBOS Aqua Edisi-18/15 November-14 Desember 2013. Budidaya ikan lele sistem bioflok yang diamati banyak dibudidayakan para pembudidaya lele yang tergabung dalam Paguyuban Mina Pantura (Pantai Utara), di kawasan Pantura Pemalang–Pekalongan, Jawa Tengah. Mereka melakukan pembesaran lele super intensifdenganaplikasi teknologi bioflok, manajemen pakan yang baik, pemilihan strain ikan yang tepatdan pemilihan probiotik yang handal. Hasilnya,dengan luas tanah tidak lebih dari 100 m2 mampu diproduksi lele konsumsi sebanyak 4 ton per bulan. Keuntungan kotor mencapai Rp 8–10juta.
Kiat-kiatnya untuk usaha budidaya teknologi Bioflok
Intensifikasi budidaya melalui peningkatan padat tebar benih dan penggunaan pakan berprotein tinggi dilakukan guna meningkatkan produksi benih per satuan luas.  Kegiatan tersebut cukup berisiko jika kurang tepat dalam pengelolaannya, karena menghasilkan bahan organik dalam jumlah besar yang memacu peningkatan kadar senyawa toksik seperti amonia dan nitrit, serta perkembangan bakteri patogen. Limbah organik, baik dalam bentuk terlarut (dissolved) maupun padatan (suspended) tersebut juga berpotensi menurunkan daya dukung perairan bagi kehidupan organisme akuatik dan masyarakat jikatidak dikelola dengan baik. 
Limbah cair akuakultur memiliki kandungan unsur nitrogen terlarut sangat tinggi, dalam bentuk amonia, nitrit,dan nitrat. Jika dibuang langsung ke perairan umum atau digunakan kembali ke kolam budidaya bisamenyebabkan kematian ikan serta eutrofikasi yang menyebabkan gangguan ekosistem. 
Di sisi lain, nutrien yang terkandung tersebut berpotensi sebagai media bagi pengembangan pakan alami yang bisa menambah nilai ekonomis limbah tersebut.Selain itu, populasi mikroorganisme yang ada dalam limbah cair merupakan potensi besar karena bisamenjadi makanan alami bagi sejumlah spesies ikan budidaya seperti nila, udang vannamei, dan udang galah. Dan ternyata, lele pun memakan bioflok sehingga kebutuhan pakan bisaditekan.
Terkait hal ini beberapa hal yang perlu dipahami mengenai konsep teknologi bioflok adalah sebagai berikut. 1) Pemberian pakan berprotein tinggi mengakibatkan peningkatan kadar nitrogen (N) organik, seperti amonia dan nitrit, karena hanya 20–25% protein pakan yang terkonversi menjadi protein ikan, 2) amonia dan nitrit toksik bagi ikan sehingga menghambat pertumbuhan dan menyebabkan kematian, 3) penambahan sumber karbon (C) organik, dalam bentuk molase (tetes tebu), tepung tapioka, tepung terigu, meningkatkan rasio C:N diatas 10 sehingga bakteri heterotrof berkembang, 4) bakteri heterotrof lebih efektif mengkonversi N di air media menjadi biomassa sel dibandingkan fitoplankton, 5) densitas bakteri heterotrof yang tinggi membentuk flok “bioflok” yang bisadimanfaatkan sejumlah spesies ikan sebagai sumber pakan tambahan, 6) agar sistem bioflok berjalan baik maka suplai oksigen (minimum 5 mg/L) dan pengadukan harus dilakukan.
Selain itu, pemilihan jenis bakteri sangat utama terhadap keberhasilan sistem bioflok, karena tidak semua bakteri mampu membentuk flok.  Bakteri positif—yangselama ini dikenal sebagai probiotik—merupakanpilihan tepat dalam penerapan budidaya sistem bioflok, satu di antaranya Bacillus subtillis.
Pemilihan jenis bakteri Mikroba dengan kemampuan remediasi tinggi merupakan kunci utama keberhasilan penerapan sistem bioflok.  Dengan waktu pembelahan diri yang cepat (generation time 10–12jam) maka populasi bakteri heterotrof akan sangat cepat.  Bakteri yang dikenal handal sebagai remediator bahan organik adalah Bacillus sp.  Tanpa mengkultuskan jenis probotik yang dipakan (gambar 4), namun berdasarkan komposisi bakteri penyusunnya maka sangat logis kalau produk tersebut efektif digunakan sebagai agensia perombaklimbah organik dalam sistem bioflok.
Manajemen pakan. Selain pemilihan jenis pakan yang tepat, ada teknik tertentudalam pengolahan pakan sebelum digunakan. Yaitu melalui penerapan sistem fermentasi pakan sehingga nilai kecernaan pakan meningkat. 
Fermentasi dilakukan dengan menambahkan probiotik sebanyak 4 ml/Kg pakan, dibiarkan selama 2–7hari dalam tempat oksigen terbatas (an aerob).  Pada hari ke-3 fermentasi,ternyata pakan sudah ditumbuhi mikroba sehingga berwarna keputihan. 
Berdasarkan pengalaman, pakan yang telah difermentasi tersebut memberikan hasil positif, berupa ikan yang sehat. Kebalikannya pemberian pakan tanpa difermentasi berakibat pada banyaknya ikan yang luka. Alhasil terciptalah sistem budidaya lele hemat pakan, karena FCR-nya 0,7 – 0,8. 
Untuk menghemat biaya pakan dilakukan beberapa langkah khusus. Yaitu 1) penggunaan pakan dengan kadar protein tinggi (28–31) dihentikan dan diganti dengan pakan dengan kadar protein rendah, 22–24 setelah flok terbentuk dan 2) pemuasaan sehari tiap minggu setelah flok terbentuk (kandungan flok 150 mL/L media).
 Manajemen air.  Sistem bioflok bukan berarti tanpa ganti air, karena jikadensitas flok terlalu tinggi berbahaya bagi keseimbangan sistem, khususnya kadar oksigen terlarut akan sangat rendah, sehingga ikan rawan stres dan kematian.
Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air pada beberapa bak pemeliharaan ikan lele, diketahui bahwa sistem tersebut cukup ideal, dengan level pH 8,0 – 8,1; oksigen terlarut 1,8 mg/L (bagian atas) dan 2,1 mg/L (bagian tengah); kadar nitrit 0 mg/L, dan kadar nitrat 0 mg/L.

Sumber :
mcmlele.files.wordpress.com/

No comments:

Post a Comment